HAKEKAT MANUSIA MENURUT AVERROES
Mengenai tugas filsafat ini saya terinspirasi
melalui tugas filsafat dan saya padukan apa yang saya dapat dari psikologi umum
1
HAKEKAT
MANUSIA
Psikoanalisis (Freud) berpandangan bahwa manusia
adalah makhluk yang digerakkan oleh naluri biologis, mengejar kesenangan dan
menghindari hal-hal yang tidak mengenakan. Pandangan yang seperti ini melihat
manusia tidak begitu beda dengan binatang, kasar, agresif, tamak, dan
mementingkan diri sendiri. Kaum Humanis (Maslow) memandang manusia memiliki
kemampuan yang lebih tinggi dari binatang. Ia tidak saja digerakkan oleh
dorongan biologis tetapi juga oleh kebutuhan untuk mengembangakan dirinya
sampai bentuk yang ideal (Self Actualization) manusia yang unik, rasional,
bertanggungjawab dan memiliki kesadaran.Kedua pendapat tersebut rancu dan perlu
ada pencerahan melalui wahyu dari Allah SWT dan untuk itu saya hadirkan filsuf
yang ingin menjadikan antara filsafat dan agama harus saling
beriringan,meskipun Islam pada
hakikatnya sudah sempurnIslam berpandangan bahwa hakikat manusia adalah
merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Keduanya merupakan substansi yang
berdiri sendiri dan makhluk yang diciptakan Allah SWT.Manusia diciptakan Allah
SWT dalam struktur yang paling baik diantara makhluk yang baik. Ia juga
dilahirkan dalam keadaan fitrah, bersih dan tidak ternoda. Pengaruh-pengaruh
yang datang kemudianlah yang akan menentukan seseorang dalam mengemban amanat
sebagai khalifah-Nya. Sebagaimana Nabi Muhammad bersabda : “Dari Abu Hurairah
katanya : Bersabda Rasulullah Saw. tiap-tiap anak dilahirkan dengan keadaan
putih bersih maka dua ibu bapaknya yang meng-Yahudikan atau me-Nasranikan atau
me-Majusikan”. (H.R. Muslim).Allah SWT memberikan anugrah berupa fitrah atau
potensi kepada manusia, yang harus dikembangkan dan diaktualisasikan agar dapat
memberikan manfaat bagi kepentingan hidupnya. Sebagai khalifah, ia haruslah
memiliki kekuatan untuk mengolah alam dengan menggunakan segenap daya dan
potensi yang dimilikinya. Sebagai ‘abd ia harus melaksanakan seluruh usaha dan
aktifitasnya dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Dengan pandangan yang
terpadu ini maka sebagai khalifah tidak akan berbuat sesuatu yang mencerminkan
kemungkaran atau bertentangan dengan kehendak Tuhan.Untuk dapat melaksanakan
fungsi kekhalifahan dan ibadah dengan baik, manusia perlu diberikan pendidikan,
pengajaran, pengalaman, ketrampilan, tekhnologi dan sarana pendukung lainnya.
Biografi Averroes (Ibnu Rusyd)
Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd lahir di
Cordova pada tahun 1126 (520 H) dari keluarga pengacara.[2] Di Barat (Eropa) ia
lebih dikenal dengan nama Averroes. Ayahnya adalah seorang hakim terkemuka.Ibn
Rusyd hidup pada masa yang disebut-sebut sebagai zaman keemasan islam. Pada
masa ini agama islam sungguh penuh dengan pendasaran rasional akibat pengaruh
dari filsafat. Penghayatan agama yang didasarkan oleh rasionalitas yang kritis,
membuat agama islam mengalami perkembangan pesat. Salah satu buktinya adalah
banyak lahir pemikir di dalamnya, yang juga turut mengembangkan aspek hidup
lainnya.Walaupun demikian, pada masa Ibn Rusyd hidup itu pula lah mulai banyak
pihak, terutama para ulama konservatif yang mengecam adanya filsafat dalam
agama islam. Ia pun banyak mendapatkan tekanan, karena filsafatnya dianggap
sangat bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan ia pernah dibuang oleh Khalifah
Abu Yusuf, diasingkan ke Lucena.[3]Karya Ibn Rusyd lebih cenderung dan tampak
dalam menterjemahkan teks-teks filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, terutama
karya-karya Aristoteles.[4] Bahkan Eropa mampu mengenal Aristoteles secara
lebih luas adalah karena karya-karyanya. Ia membuat berbagai tulisan komentar
tentang ilmu kesehatan dan astronomi yang ditulis oleh Aristoteles. Kemudian ia
menulis juga tulisan komentar terhadap buku Republic dari Plato.
Jiwa Menurut Ibnu Rusd
Dualisme mengenal dua jenis being yang ada dalam
diri manusia. Pertama adalah apa yang digerakkan (bendanya) dan apa yang
menjadi penyebab penggerak benda tersebut.[6] Dengan kata lain juga bisa kita
definiskan sebagai sesuatu yang jasmani dan spiritual. Bagi Ibn Rusyd, unsur
spiritual dalam diri manusia mempunyai kesatuan dan kesempurnaan yang lebih
tinggi dari semua yang ada. Namun tetap yang materi pun mempunyai peran yang
besar dalam proses rasio. Artinya dalam diri manusia bukan lagi terdapat dua
substansi melainkan satu “materi” dan “bentuk” sebagai kesatuan dan mempunyai
korelasi.Ibn Rusyd dengan tegas mengatakan bahwa jiwa manusia berhubungan
dengan tubuh, seperti Form dan Matter. Ia menolak argumen Ibn Sina yang
mengatakan bahwa jiwa yang abadi sifatnya banyak. Lebih dalam menurut De Boer
“The soul has an existence only as a completion of the body with which it is
associated”.[7] Maksudnya kurang lebih bahwa jiwa mempunyai eksistensi hanya
sebagai sebuah pelengkap dari tubuh, yang denganynya dipersatukan juga oleh
jiwa.Ibn Rusyd dalam tulisannya yang berjudl Fil Nafsi menegaskan bahwa antara
nyawa (al-Ruh) dengan jiwa (al Nafis) merupakan dua realitas yang berbeda.
Namun yang menarik adalah Ibn Rusyd bahwa ketika berbicara tentang ruh, Ibn
Rusyd menggunakan ayat dalam Al Quran di dalam surat al-Isra ayat 85. Isinya
kurang lebih mengatakan bahwa ruh itu urusan Tuhanku. Manusia tidak diberika
ilmu sedikitpun tentang itu. Kutipan penjelasn di bawah ini bisa langsung
menghantar kita untuk semakin jelas mengenali apa itu jiwa:“Jiwa berbeda dengan
nyawa, dan juga dengan akal. Jiwa itu suatu zat, dan bukan suatu tubuh. Jiwa
adalah sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia. Syailul lazi yashbahu
bihil insanu insianan, artinya jiwa itu sesuatu yang hidup dan berilmu dan
berkodrat.”Kutipan paragraf di atas seolah ingin menekankan bahwa kegiatan jiwa
lebih pada seputar kegiatan berpikir. Hal tersebut yang kemudian membuat Ibn
Rusyd mendeskripsikan jiwa sebagai suatu kesempurnaan awal bagi tubuh yang
bersifat alamiah dan mekanis.[9] Disebut alamiah dan mekanistik dengan tujuan
ingin membedakan dengan kesempurnaan-kesempurnaan yang berasal dari perilaku
dan emosi. Makna kesempurnaan ini pun ingin juga mengarahkan pada keberagaman
dari bagian jiwa, seperti jiwa nutrisi, jiwa sensorik, jiwa khayalan, jiwa
hasrat dan jiwa rasional. Definisi tersebut sebenarnya sudah dipakai oleh
Aristoteles dalam mendeskripsikan jiwa.Jiwa itu hakikatnya adalah satu. Ibn
Rusyd sering menyebut kesatuan jiwa itu sebagai jiwa umum.
Akal Sebagai Wujud Jiwa
Menurut Ibn Rusyd wujud jiwa paling nyata tampak
dalam akal yang dipunyai manusia. Akal manusia itu adalah satu dan universal.
Lebih dalam “akal yang aktif” yang dimaksud bukan saja akal yang esa dan
universal, melainkan juga menyangkut “akal kemungkinan” (reseptif). Akhirnya
Poerwantana dalam bukunya menyimpulkan bahwa akal yang dimaksud Ibn Rusyd ini
dianggap sebagai monopsikisme.[10]Akal kemungkinan lah yang membuat manusia
sungguh menjadi individu ketika ia berhubungan dengan tubuh masing-masing
manusia. Melihat sifat akal yang ada dalam individu tersebut sifatnya reseptif,
resikonya bahwa ketika manusia meninggal, maka akal kemungkinan pun akan
lenyap. Akal yang dimiliki seseorang sifatnya tidak abadi, yang abadi adalah
akal yang esa dan universal, sesuatu yang menjadi sumber dan tempat kembalinya
akal masing-masing manusia.“…pengakuan Ibn Rusyd tentang akal yang bersatu
dimaksudkan sebagai pengakuannya atas roh (jiwa) manusia yang bersatu, sebab
akal adalah mahkota terpenting dari wujud roh (jiwa) manusia. Dengan kata lain,
akal itu di sini hanyalah sebagai wujud rohani yang membedakan jiwa (roh)
manusia atau mengutamakannya lebih dari jiwa (roh) hewan dan tumbuh-tumbuhan.
Itulah yang dimaksud dengan monopsikisme (bahan yang menjadikan segala jiwa).
Maksud Ibn Rusyd roh universal itu adalah satu dan abadi (kekal).”[11]Penjelasan
mengenai akal universal dan akal reseptif tidak bisa lantas membuat kita
langsung menyimpulkan bahwa Ibn Rusyd menolak kehidupan setelah kematian. Dalam
filsafatnya, Ibn Rusyd juga berbicara mengenai kebangkitan jasmani. Ibn Rusyd
menyangkal apa yang dikatakan oleh Al Ghazali bahwa filsuf-filsuf mengingkari
kebangkitan jasma
Tubuh
Menurut Ibnu Rusd
Melihat latarbelakang filsafat Ibn Rusyd yang banyak
mendasarkan diri pada pemikiran Aristoteles, hal itu juga terungkap dalam
ajaran Ibn Rusyd dalam memandang tubuh. Berbeda dengan Plato yang menganggap
bahwa tubuh hanya menjadi penjara bagi jiwa. Antara tubuh dan jiwa mempunyai
sebuah korelasi. Korelasi tersebut secara jelas bisa terlihat dalam proses
pengenalan rational.Secara khusus, saya sulit untuk menemukan definisi Ibn
Rusyd tentang apa itu tubuh? Ibn Rusyd lebih banyak menjabarkan tentang
aktivitas jiwa yang berkorelasi dengan tubuh. Salah satu konsep yang akan kita
jabarkan adalah panca indera. Karena di dalamnya kita bisa langsung menangkap
bagaimana tubuh pun mempunyai peran dan berkorelasi dengan jiwa.
Panca Indera
Ibn Rusyd menjabarkan bahwa panca indera itu adalah
indera pengelitahan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan terakhir peraba.
Pengelihatan berfungsi menerima makna secara bebas dari akal potensial, yang
bagaimanapun merupakan makna-makna yang bersifat individual. Daya pengelihatan
mempersepsi dengan menggunakan perantara transparansi.Pendengaran. Intinya
bahwa dengan menggunakan penedengaran manusia mampu menangkap suara-suara yang
muncul akibat benturan dari benda-benda keras. Udara yang bergerak akibat
benturan dari benda keras sampai ketelinga. Udara tersebut kemudian
menggerakkan udara yang ada dalam telinga sebagai bagian dari tubuh yang
berfungsi sebagai alat pendengaran.Ketiga indera Penciuman. Bagian dari fungsi
tubuh yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap bau. Indera ini membutuhkan
air dan udara sebagai perantaranya. Seperti halnya Aristoteles, Ibn Rusyd
menjelaskan bahwa penciuman manusia lebih lemah daripada hewan.Keempat, indera
pengecapan (perasa). Sebuah daya untuk menangkap rasa sesuatu. Kerjanya dengan
meletakkan objek di atasnya.Kelima, indera peraba. Sebuah daya jiwa yang
menggunakan tubuh untuk mengenali objek. Daya yang mengalami kesempurnaan karena
berbagai hal yang dirab
Relevansi
Manusia sebagai kesatuan tubuh dan jiwa menurut Ibn
Rusyd bisa membantu kita dalam melihat realitas yang terjadi saat ini. Salah
satu fenomena yang relevan adalah fenomena terorisme yang merenggut banyak
nyawa manusia. Sebenarnya Ibn Rusyd sudah memberikan dasar yang baik
(filosofis) dalam melihat manusia. Lantas mengapa terorisme dengan mudah
meledakkan bom yang merenggut banyak nyawa. Sebuah kontradiksi memang.Satu hal
yang saya bisa temukan, hal tersebut terjadi karena para pelaku terorisme
menginggalkan pendasaran rasional dalam melihat manusia, seperti yang
dijabarkan Ibn Rusyd. Meninggalkan dan meniadakan filsafat dalam korelasi
dengan agama. Akhirnya, Fundametalisme dalam agama lah yang membuat para pelaku
terorisme melakukakannya. Terlalu harafiah dalam menghayati ajaran agamanya.Pandangan
sempit bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan dan harus mematuhi segala perintahNya
yang ada dalam agamanya. Jika ada yang melanggarnya berarti menjadi sah untuk
dihabisi nyawanya. Akhirnya meninggalkan apa yang dikatakan oleh Ibn Rusyd,
bahwa harusnya sebagai manusia yang mempunyai jiwa mereka mampu berpikir dan
kritis tentang kebenaran. Lantas kalau tidak berpikir apakah para pelaku masih
bisa disebut manusia? Sungguh disayangkan, namun kiranya itulah yang terjadi
dalam negara kita.
Kesimpulan
Akhirnya, kita dapat menyimpulkan beberapa hal dari
analisis teks tentang tubuh dan jiwa menurut Ibn Rusyd. Pertama, bahwa filsafat
Islam mempunyai ciri yang erat dengan filsafat abad pertengahan. Menggunakan
filsafat untuk memberikan pendasaran bagi agama. Namun sayang banyak mendapat
tolakkan keras dari kaum ulama, seperti yang dialami oleh Ibn Rusyd.Kedua,
bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur yang tetap menjadi satu substansi,
yaitu tubuh dan jiwa (forma dan materi). Artinya terjadi sebuah korelasi dari
keduanya yang membentuk menjadi seoarng manusia.Jiwa sebagai suatu kesempurnaan
awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanis mempunyai sifat yang satu.
Jiwa adalah sesuatu yang berilmu. Dalam kegiatan berilmu itu jiwa membutuhkan
tubuh untuk wadah eksistensinya. Tubuh menangkap materi yang ada objek yang ada
di luar, kemudian jiwa merenungkannya. Secara khusus melihat indera-indera
dalam tubuh.hal ini jelas bahwa ilmu psikologis membahas keduanya tetepi tidak
menjelaskan eksistensi manusia dengan jelas sebagai hamba tuhan yang ditugaskan
sebagai pemimpin minimal memimpin dirinya sendiri untuk berbuat kebaikan yang diniatkan untuk ibadah sebagai bekal
hidup kekal di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah. Disekitar Filsafat Scholastik
Islam. Solo: Ab Sitti Sjamsijah. 1965.
Poerwantana, dkk. Seluk-beluk Filsafat Islam.
Bandung: CV Rosda Bandung, 1988.
[8] http://hankkuang.wordpress.com/2008/12/07/ibn-rusyd-1126-1198-m/,
Diakses pada Tanggal 19 Juni 2017, Pukul 19.30 WIB
[9]
http://najmu-addin.blogspot.com/2009/04/jiwa-menurut-ibnu-rusyd.html diakses
pada Tanggal 19 juni 2017Pkl. 23.00
http://daciih13.weblog.esaunggul.ac.id/2015/06/28/hakekat-manusia-menurut-ibnu-khaldun-2.diakses
pada Tangal 20 Juni 2017 ,Pukul 18.35
https://supermakalah.wordpress.com/pemikiran-filsafat-ibnu-rusd/
.Diakses pada tangal 22 juni 2017 ,pukul
01.05