Sabtu, 24 Juni 2017

HAKEKAT MANUSIA MENURUT AVERROES
Mengenai tugas filsafat ini saya terinspirasi melalui tugas filsafat dan saya padukan apa yang saya dapat dari psikologi umum 1
HAKEKAT MANUSIA
Psikoanalisis (Freud) berpandangan bahwa manusia adalah makhluk yang digerakkan oleh naluri biologis, mengejar kesenangan dan menghindari hal-hal yang tidak mengenakan. Pandangan yang seperti ini melihat manusia tidak begitu beda dengan binatang, kasar, agresif, tamak, dan mementingkan diri sendiri. Kaum Humanis (Maslow) memandang manusia memiliki kemampuan yang lebih tinggi dari binatang. Ia tidak saja digerakkan oleh dorongan biologis tetapi juga oleh kebutuhan untuk mengembangakan dirinya sampai bentuk yang ideal (Self Actualization) manusia yang unik, rasional, bertanggungjawab dan memiliki kesadaran.Kedua pendapat tersebut rancu dan perlu ada pencerahan melalui wahyu dari Allah SWT dan untuk itu saya hadirkan filsuf yang ingin menjadikan antara filsafat dan agama harus saling beriringan,meskipun  Islam pada hakikatnya sudah sempurnIslam berpandangan bahwa hakikat manusia adalah merupakan perkaitan antara badan dan ruh. Keduanya merupakan substansi yang berdiri sendiri dan makhluk yang diciptakan Allah SWT.Manusia diciptakan Allah SWT dalam struktur yang paling baik diantara makhluk yang baik. Ia juga dilahirkan dalam keadaan fitrah, bersih dan tidak ternoda. Pengaruh-pengaruh yang datang kemudianlah yang akan menentukan seseorang dalam mengemban amanat sebagai khalifah-Nya. Sebagaimana Nabi Muhammad bersabda : “Dari Abu Hurairah katanya : Bersabda Rasulullah Saw. tiap-tiap anak dilahirkan dengan keadaan putih bersih maka dua ibu bapaknya yang meng-Yahudikan atau me-Nasranikan atau me-Majusikan”. (H.R. Muslim).Allah SWT memberikan anugrah berupa fitrah atau potensi kepada manusia, yang harus dikembangkan dan diaktualisasikan agar dapat memberikan manfaat bagi kepentingan hidupnya. Sebagai khalifah, ia haruslah memiliki kekuatan untuk mengolah alam dengan menggunakan segenap daya dan potensi yang dimilikinya. Sebagai ‘abd ia harus melaksanakan seluruh usaha dan aktifitasnya dalam rangka ibadah kepada Allah SWT. Dengan pandangan yang terpadu ini maka sebagai khalifah tidak akan berbuat sesuatu yang mencerminkan kemungkaran atau bertentangan dengan kehendak Tuhan.Untuk dapat melaksanakan fungsi kekhalifahan dan ibadah dengan baik, manusia perlu diberikan pendidikan, pengajaran, pengalaman, ketrampilan, tekhnologi dan sarana pendukung lainnya.
Biografi  Averroes (Ibnu Rusyd)
Abdul Walid Muhammad bin Ahmad bin Rusyd lahir di Cordova pada tahun 1126 (520 H) dari keluarga pengacara.[2] Di Barat (Eropa) ia lebih dikenal dengan nama Averroes. Ayahnya adalah seorang hakim terkemuka.Ibn Rusyd hidup pada masa yang disebut-sebut sebagai zaman keemasan islam. Pada masa ini agama islam sungguh penuh dengan pendasaran rasional akibat pengaruh dari filsafat. Penghayatan agama yang didasarkan oleh rasionalitas yang kritis, membuat agama islam mengalami perkembangan pesat. Salah satu buktinya adalah banyak lahir pemikir di dalamnya, yang juga turut mengembangkan aspek hidup lainnya.Walaupun demikian, pada masa Ibn Rusyd hidup itu pula lah mulai banyak pihak, terutama para ulama konservatif yang mengecam adanya filsafat dalam agama islam. Ia pun banyak mendapatkan tekanan, karena filsafatnya dianggap sangat bertentangan dengan ajaran agama. Bahkan ia pernah dibuang oleh Khalifah Abu Yusuf, diasingkan ke Lucena.[3]Karya Ibn Rusyd lebih cenderung dan tampak dalam menterjemahkan teks-teks filsafat Yunani ke dalam bahasa Arab, terutama karya-karya Aristoteles.[4] Bahkan Eropa mampu mengenal Aristoteles secara lebih luas adalah karena karya-karyanya. Ia membuat berbagai tulisan komentar tentang ilmu kesehatan dan astronomi yang ditulis oleh Aristoteles. Kemudian ia menulis juga tulisan komentar terhadap buku Republic dari Plato.
     Jiwa Menurut  Ibnu Rusd
Dualisme mengenal dua jenis being yang ada dalam diri manusia. Pertama adalah apa yang digerakkan (bendanya) dan apa yang menjadi penyebab penggerak benda tersebut.[6] Dengan kata lain juga bisa kita definiskan sebagai sesuatu yang jasmani dan spiritual. Bagi Ibn Rusyd, unsur spiritual dalam diri manusia mempunyai kesatuan dan kesempurnaan yang lebih tinggi dari semua yang ada. Namun tetap yang materi pun mempunyai peran yang besar dalam proses rasio. Artinya dalam diri manusia bukan lagi terdapat dua substansi melainkan satu “materi” dan “bentuk” sebagai kesatuan dan mempunyai korelasi.Ibn Rusyd dengan tegas mengatakan bahwa jiwa manusia berhubungan dengan tubuh, seperti Form dan Matter. Ia menolak argumen Ibn Sina yang mengatakan bahwa jiwa yang abadi sifatnya banyak. Lebih dalam menurut De Boer “The soul has an existence only as a completion of the body with which it is associated”.[7] Maksudnya kurang lebih bahwa jiwa mempunyai eksistensi hanya sebagai sebuah pelengkap dari tubuh, yang denganynya dipersatukan juga oleh jiwa.Ibn Rusyd dalam tulisannya yang berjudl Fil Nafsi menegaskan bahwa antara nyawa (al-Ruh) dengan jiwa (al Nafis) merupakan dua realitas yang berbeda. Namun yang menarik adalah Ibn Rusyd bahwa ketika berbicara tentang ruh, Ibn Rusyd menggunakan ayat dalam Al Quran di dalam surat al-Isra ayat 85. Isinya kurang lebih mengatakan bahwa ruh itu urusan Tuhanku. Manusia tidak diberika ilmu sedikitpun tentang itu. Kutipan penjelasn di bawah ini bisa langsung menghantar kita untuk semakin jelas mengenali apa itu jiwa:“Jiwa berbeda dengan nyawa, dan juga dengan akal. Jiwa itu suatu zat, dan bukan suatu tubuh. Jiwa adalah sesuatu yang membuat manusia menjadi manusia. Syailul lazi yashbahu bihil insanu insianan, artinya jiwa itu sesuatu yang hidup dan berilmu dan berkodrat.”Kutipan paragraf di atas seolah ingin menekankan bahwa kegiatan jiwa lebih pada seputar kegiatan berpikir. Hal tersebut yang kemudian membuat Ibn Rusyd mendeskripsikan jiwa sebagai suatu kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanis.[9] Disebut alamiah dan mekanistik dengan tujuan ingin membedakan dengan kesempurnaan-kesempurnaan yang berasal dari perilaku dan emosi. Makna kesempurnaan ini pun ingin juga mengarahkan pada keberagaman dari bagian jiwa, seperti jiwa nutrisi, jiwa sensorik, jiwa khayalan, jiwa hasrat dan jiwa rasional. Definisi tersebut sebenarnya sudah dipakai oleh Aristoteles dalam mendeskripsikan jiwa.Jiwa itu hakikatnya adalah satu. Ibn Rusyd sering menyebut kesatuan jiwa itu sebagai jiwa umum.
 Akal Sebagai Wujud Jiwa
Menurut Ibn Rusyd wujud jiwa paling nyata tampak dalam akal yang dipunyai manusia. Akal manusia itu adalah satu dan universal. Lebih dalam “akal yang aktif” yang dimaksud bukan saja akal yang esa dan universal, melainkan juga menyangkut “akal kemungkinan” (reseptif). Akhirnya Poerwantana dalam bukunya menyimpulkan bahwa akal yang dimaksud Ibn Rusyd ini dianggap sebagai monopsikisme.[10]Akal kemungkinan lah yang membuat manusia sungguh menjadi individu ketika ia berhubungan dengan tubuh masing-masing manusia. Melihat sifat akal yang ada dalam individu tersebut sifatnya reseptif, resikonya bahwa ketika manusia meninggal, maka akal kemungkinan pun akan lenyap. Akal yang dimiliki seseorang sifatnya tidak abadi, yang abadi adalah akal yang esa dan universal, sesuatu yang menjadi sumber dan tempat kembalinya akal masing-masing manusia.“…pengakuan Ibn Rusyd tentang akal yang bersatu dimaksudkan sebagai pengakuannya atas roh (jiwa) manusia yang bersatu, sebab akal adalah mahkota terpenting dari wujud roh (jiwa) manusia. Dengan kata lain, akal itu di sini hanyalah sebagai wujud rohani yang membedakan jiwa (roh) manusia atau mengutamakannya lebih dari jiwa (roh) hewan dan tumbuh-tumbuhan. Itulah yang dimaksud dengan monopsikisme (bahan yang menjadikan segala jiwa). Maksud Ibn Rusyd roh universal itu adalah satu dan abadi (kekal).”[11]Penjelasan mengenai akal universal dan akal reseptif tidak bisa lantas membuat kita langsung menyimpulkan bahwa Ibn Rusyd menolak kehidupan setelah kematian. Dalam filsafatnya, Ibn Rusyd juga berbicara mengenai kebangkitan jasmani. Ibn Rusyd menyangkal apa yang dikatakan oleh Al Ghazali bahwa filsuf-filsuf mengingkari kebangkitan jasma
Tubuh Menurut Ibnu Rusd
Melihat latarbelakang filsafat Ibn Rusyd yang banyak mendasarkan diri pada pemikiran Aristoteles, hal itu juga terungkap dalam ajaran Ibn Rusyd dalam memandang tubuh. Berbeda dengan Plato yang menganggap bahwa tubuh hanya menjadi penjara bagi jiwa. Antara tubuh dan jiwa mempunyai sebuah korelasi. Korelasi tersebut secara jelas bisa terlihat dalam proses pengenalan rational.Secara khusus, saya sulit untuk menemukan definisi Ibn Rusyd tentang apa itu tubuh? Ibn Rusyd lebih banyak menjabarkan tentang aktivitas jiwa yang berkorelasi dengan tubuh. Salah satu konsep yang akan kita jabarkan adalah panca indera. Karena di dalamnya kita bisa langsung menangkap bagaimana tubuh pun mempunyai peran dan berkorelasi dengan jiwa.
 Panca Indera
Ibn Rusyd menjabarkan bahwa panca indera itu adalah indera pengelitahan, pendengaran, penciuman, pengecapan, dan terakhir peraba. Pengelihatan berfungsi menerima makna secara bebas dari akal potensial, yang bagaimanapun merupakan makna-makna yang bersifat individual. Daya pengelihatan mempersepsi dengan menggunakan perantara transparansi.Pendengaran. Intinya bahwa dengan menggunakan penedengaran manusia mampu menangkap suara-suara yang muncul akibat benturan dari benda-benda keras. Udara yang bergerak akibat benturan dari benda keras sampai ketelinga. Udara tersebut kemudian menggerakkan udara yang ada dalam telinga sebagai bagian dari tubuh yang berfungsi sebagai alat pendengaran.Ketiga indera Penciuman. Bagian dari fungsi tubuh yang berfungsi sebagai alat untuk menangkap bau. Indera ini membutuhkan air dan udara sebagai perantaranya. Seperti halnya Aristoteles, Ibn Rusyd menjelaskan bahwa penciuman manusia lebih lemah daripada hewan.Keempat, indera pengecapan (perasa). Sebuah daya untuk menangkap rasa sesuatu. Kerjanya dengan meletakkan objek di atasnya.Kelima, indera peraba. Sebuah daya jiwa yang menggunakan tubuh untuk mengenali objek. Daya yang mengalami kesempurnaan karena berbagai hal yang dirab
Relevansi
Manusia sebagai kesatuan tubuh dan jiwa menurut Ibn Rusyd bisa membantu kita dalam melihat realitas yang terjadi saat ini. Salah satu fenomena yang relevan adalah fenomena terorisme yang merenggut banyak nyawa manusia. Sebenarnya Ibn Rusyd sudah memberikan dasar yang baik (filosofis) dalam melihat manusia. Lantas mengapa terorisme dengan mudah meledakkan bom yang merenggut banyak nyawa. Sebuah kontradiksi memang.Satu hal yang saya bisa temukan, hal tersebut terjadi karena para pelaku terorisme menginggalkan pendasaran rasional dalam melihat manusia, seperti yang dijabarkan Ibn Rusyd. Meninggalkan dan meniadakan filsafat dalam korelasi dengan agama. Akhirnya, Fundametalisme dalam agama lah yang membuat para pelaku terorisme melakukakannya. Terlalu harafiah dalam menghayati ajaran agamanya.Pandangan sempit bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan dan harus mematuhi segala perintahNya yang ada dalam agamanya. Jika ada yang melanggarnya berarti menjadi sah untuk dihabisi nyawanya. Akhirnya meninggalkan apa yang dikatakan oleh Ibn Rusyd, bahwa harusnya sebagai manusia yang mempunyai jiwa mereka mampu berpikir dan kritis tentang kebenaran. Lantas kalau tidak berpikir apakah para pelaku masih bisa disebut manusia? Sungguh disayangkan, namun kiranya itulah yang terjadi dalam negara kita.
Kesimpulan
Akhirnya, kita dapat menyimpulkan beberapa hal dari analisis teks tentang tubuh dan jiwa menurut Ibn Rusyd. Pertama, bahwa filsafat Islam mempunyai ciri yang erat dengan filsafat abad pertengahan. Menggunakan filsafat untuk memberikan pendasaran bagi agama. Namun sayang banyak mendapat tolakkan keras dari kaum ulama, seperti yang dialami oleh Ibn Rusyd.Kedua, bahwa dalam diri manusia terdapat dua unsur yang tetap menjadi satu substansi, yaitu tubuh dan jiwa (forma dan materi). Artinya terjadi sebuah korelasi dari keduanya yang membentuk menjadi seoarng manusia.Jiwa sebagai suatu kesempurnaan awal bagi tubuh yang bersifat alamiah dan mekanis mempunyai sifat yang satu. Jiwa adalah sesuatu yang berilmu. Dalam kegiatan berilmu itu jiwa membutuhkan tubuh untuk wadah eksistensinya. Tubuh menangkap materi yang ada objek yang ada di luar, kemudian jiwa merenungkannya. Secara khusus melihat indera-indera dalam tubuh.hal ini jelas bahwa ilmu psikologis membahas keduanya tetepi tidak menjelaskan eksistensi manusia dengan jelas sebagai hamba tuhan yang ditugaskan sebagai pemimpin minimal memimpin dirinya sendiri untuk berbuat kebaikan  yang diniatkan untuk ibadah sebagai bekal hidup kekal di akhirat.
DAFTAR PUSTAKA
Bakry, Hasbullah. Disekitar Filsafat Scholastik Islam. Solo: Ab Sitti Sjamsijah. 1965.
Poerwantana, dkk. Seluk-beluk Filsafat Islam. Bandung: CV Rosda Bandung, 1988.
 [8] http://hankkuang.wordpress.com/2008/12/07/ibn-rusyd-1126-1198-m/, Diakses pada Tanggal 19 Juni 2017, Pukul 19.30 WIB
[9] http://najmu-addin.blogspot.com/2009/04/jiwa-menurut-ibnu-rusyd.html diakses pada Tanggal 19 juni 2017Pkl. 23.00
http://daciih13.weblog.esaunggul.ac.id/2015/06/28/hakekat-manusia-menurut-ibnu-khaldun-2.diakses pada Tangal 20 Juni 2017 ,Pukul 18.35
https://supermakalah.wordpress.com/pemikiran-filsafat-ibnu-rusd/ .Diakses pada tangal  22 juni 2017 ,pukul 01.05

Tidak ada komentar:

Posting Komentar